Teknologi.id - “Panic buying bukan sekadar fenomena konsumen, melainkan cerminan dari ketidakpastian ekonomi global.” Kutipan dari laporan CNBC ini menggambarkan dengan tepat suasana yang menyelimuti pasar teknologi pada awal 2025.
Di Amerika Serikat, antrean panjang di Apple Store tak lagi terjadi hanya saat peluncuran produk baru. Bukan fitur kamera atau chip mutakhir yang jadi daya tarik, melainkan kekhawatiran akan lonjakan harga iPhone akibat kebijakan tarif dagang Presiden Donald Trump.
Dalam sebuah wawancara, CEO Apple Tim Cook mengakui bahwa sekitar 10% pertumbuhan penjualan iPhone saat itu berasal dari ketakutan konsumen terhadap tarif baru yang akan diberlakukan.
Baca juga: Harga iPhone Tetap Mahal Meski Tarif Impor dari AS ke RI 0 Persen, Ini Alasannya
Perubahan Tarif Impor Ubah Pola Konsumsi Global
Pemerintahan Trump memberlakukan tarif impor resiprokal terhadap produk dari China (54%), India (25%), dan Vietnam (20%). Ketiga negara ini merupakan pilar utama dalam rantai produksi Apple. China masih menjadi pusat produksi utama iPhone, sementara India dan Vietnam menjadi alternatif pabrikasi produk Apple lainnya.
Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong relokasi manufaktur ke AS, namun seperti yang dikatakan analis Morgan Stanley, Erik Woodring, “Tidak ada tempat melarikan diri.” Diversifikasi Apple ke Asia Tenggara tidak sepenuhnya melindungi perusahaan dari dampak tarif global.
Strategi Apple Hadapi Gejolak Tarif
Apple tidak tinggal diam. Perusahaan teknologi asal Cupertino ini mengalokasikan dana operasional tambahan sebesar USD 900 juta atau sekitar Rp 14,8 triliun untuk menjaga harga iPhone tetap stabil di pasar Amerika.
Langkah ini bertujuan untuk:
-
Menjaga loyalitas konsumen,
-
Mempertahankan citra merek sebagai simbol inovasi dan stabilitas.
Strategi diversifikasi juga terus dijalankan. Kini, perakitan iPhone dilakukan di India, sementara iPad dan MacBook diproduksi di Vietnam. Namun, sebagian besar unit Apple yang dijual di luar AS masih berasal dari China, membuat perusahaan tetap rentan terhadap fluktuasi tarif.
Panic Buying iPhone: Reaksi Emosional atau Strategi?
Fenomena panic buying di sektor teknologi memberikan sinyal kompleks. Di berbagai Apple Store di AS, suasananya seperti musim liburan—keramaian tanpa peluncuran produk. Konsumen berbondong-bondong menanyakan apakah harga iPhone akan segera naik.
Seorang karyawan Apple menyebut momen itu sebagai “seperti Hari Natal”, padahal tidak ada peluncuran produk baru.
“Kami melihat bukti bahwa kekhawatiran dan kepanikan harga iPhone meningkat akibat efek tarif Trump,” — Tim Cook, CEO Apple.
Kepanikan ini bukan sekadar soal harga. Ini adalah refleksi dari ketidakpastian geopolitik yang kini turut membentuk perilaku konsumsi masyarakat. Saat kebijakan perdagangan digunakan sebagai alat negosiasi internasional, smartphone berubah menjadi simbol stabilitas ekonomi.
Dampak Global: Indonesia Juga Terkena Efeknya
Meskipun tarif impor Indonesia untuk produk AS adalah 0%, harga iPhone tetap tinggi. Sebab, mayoritas unit masih berasal dari China, negara yang terkena tarif tinggi dari AS.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dagang satu negara bisa berdampak lintas batas, terutama dalam ekosistem teknologi global yang saling terhubung.
Efeknya juga terlihat di pasar saham. Saham Apple sempat anjlok lebih dari 9% dalam sehari, menghapus kapitalisasi pasar sebesar USD 300 miliar. Ini menjadi penurunan terbesar sejak pandemi Maret 2020, dan menunjukkan bahwa investor tak hanya memperhatikan produk, tapi juga kebijakan politik yang menyertainya.
Teknologi dan Politik: Tak Lagi Bisa Dipisahkan
Panic buying iPhone di awal 2025 bukan sekadar kekhawatiran soal harga. Ia adalah cerita tentang bagaimana teknologi, ekonomi, dan politik saling terhubung erat dalam dunia yang penuh ketidakpastian.
Dalam dunia global yang saling terhubung, kebijakan presiden di Washington bisa memicu antrean panjang di ritel ribuan kilometer jauhnya. Dan di tengah ketegangan geopolitik, iPhone berubah dari sekadar perangkat teknologi menjadi simbol stabilitas dan arah ekonomi global.
Baca juga: Kenapa Kamera iPhone Sering Terlihat Lebih Bagus Ketimbang Android? Ini Rahasianya
Kesimpulan
Bagi kamu yang sedang mempertimbangkan untuk membeli perangkat teknologi, memahami konteks ini sangat penting. Ini bukan hanya soal harga, tapi juga tentang posisimu dalam lanskap ekonomi digital global yang terus berubah.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)
Tinggalkan Komentar