Resmi Jadi Startup yang Bangkrut, Ini Pelajaran dari Runtuhnya Builder AI

Farrah Nur Fadhilah . June 05, 2025

Teknologi.Id - Di tengah gencarnya tren kecerdasan buatan (AI) dan startup teknologi, berita runtuhnya Builder AI menjadi tamparan keras bagi ekosistem startup global. Startup yang sempat disebut-sebut sebagai “game changer” dalam dunia pengembangan aplikasi ini akhirnya resmi menjadi startup yang bangkrut pada Mei 2025. Kabar ini tentu mengejutkan banyak pihak, terlebih karena Builder AI sempat didukung oleh investor besar seperti Microsoft dan Qatar Investment Authority.

Perusahaan yang berbasis di London ini awalnya mengklaim dirinya sebagai platform pengembangan aplikasi berbasis AI. Mereka menjanjikan sebuah layanan yang memungkinkan siapa saja membangun aplikasi dapat semudah memesan pizza—berkat asisten AI mereka yang diberi nama Natasha. Namun, kenyataan di balik layar jauh dari apa yang dijanjikan.

Kebohongan di Balik Layanan Berbasis AI

Apa yang membuat Builder AI benar-benar jatuh bukan sekadar masalah finansial, melainkan manipulasi publik dan investor lewat klaim teknologi palsu. Investigasi terbaru mengungkap bahwa sistem AI yang menjadi pusat bisnis Builder AI ternyata hanyalah sebuah sandiwara. Alih-alih menggunakan kecerdasan buatan untuk mengembangkan aplikasi, mereka justru mengandalkan lebih dari 700 engineer asal India yang bekerja secara manual menulis kode dan menanggapi permintaan klien.

Dengan kata lain, apa yang disebut "AI" dalam platform Builder AI sebenarnya adalah manusia sungguhan yang berpura-pura menjadi sistem otomatis. Para engineer ini tidak hanya mengerjakan tugas teknis, tetapi juga secara aktif menanggapi interaksi pengguna, seolah-olah sistem mereka bekerja dengan AI tingkat lanjut.

Dana Investasi Besar, Tapi Tidak Cukup

Lebih ironis lagi, Builder AI bukanlah startup kecil yang kekurangan pendanaan. Menurut laporan dari Times of India, mereka telah mengumpulkan lebih dari $445 juta dana investasi. Microsoft dan Qatar Investment Authority adalah dua nama besar yang percaya pada potensi startup ini.

Namun, sebesar apa pun dananya, bisnis yang dibangun di atas kebohongan tidak akan bertahan lama. Seiring waktu, pendapatan yang dilaporkan ternyata tidak mencerminkan performa sebenarnya. Ketika kebohongan terkuak, kepercayaan investor dan pasar runtuh seketika. Efek domino dari hilangnya kepercayaan ini menyebabkan perusahaan kehilangan pijakan dan akhirnya bangkrut.

Baca Juga : Microsoft Buka ‘Indonesia Central’, Cloud Region Pertama di RI Senilai Rp 27 Triliun

Pelajaran dari Startup yang Bangkrut: Jangan Main-main dengan Janji Teknologi

Kasus Builder AI menambahkan satu lagi catatan panjang tentang startup yang bangkrut karena overpromise—menjanjikan hal besar tanpa kemampuan teknologi yang benar-benar mendukungnya. Dalam era AI yang sedang naik daun, banyak perusahaan tergoda untuk mencantumkan kata "AI" hanya demi menaikkan valuasi dan menarik investor.

Label "berbasis AI" seolah menjadi magnet baru, padahal tidak semua perusahaan yang mengklaim menggunakan AI benar-benar mengembangkan teknologi tersebut. Builder AI adalah contoh ekstrem dari manipulasi label teknologi. Mereka tidak hanya gagal memenuhi janji, tetapi secara aktif menipu publik dan investor selama bertahun-tahun.

Ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak—baik itu dari pelaku startup, investor, maupun pengguna. Klaim teknologi harus bisa diverifikasi, dan transparansi adalah fondasi utama dari kepercayaan jangka panjang.

Runtuhnya Builder AI menyadarkan kita bahwa dunia startup masih memiliki celah besar dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Banyak startup yang berlomba-lomba menarik dana investor dengan narasi menarik dan janji besar, tapi lupa bahwa keberlanjutan bisnis bukan soal cerita—melainkan soal realisasi.

Startup yang benar-benar sukses adalah mereka yang membangun teknologi dengan landasan etika dan kemampuan nyata. Tanpa itu, cepat atau lambat, kebohongan akan terungkap, dan reputasi yang hancur akan sulit diperbaiki.

Baca Juga :Microsoft PHK 6.000 Karyawan meski Bisnis Untung, Ini Alasannya

Apa yang Bisa Dipelajari Investor dan Pengusaha?

Bagi investor, kasus ini jadi pengingat penting untuk tidak hanya tergiur narasi AI atau disrupsi teknologi, tetapi harus lebih ketat dalam melakukan uji kelayakan (due diligence) atas produk dan tim di baliknya.

Sementara bagi pengusaha atau pendiri startup, kejujuran adalah strategi jangka panjang terbaik. Membangun dengan benar memang lebih lambat, tapi akan jauh lebih tahan lama daripada membangun ilusi yang cepat runtuh.

Builder AI resmi menjadi startup yang bangkrut, bukan karena pasar yang buruk atau persaingan yang ketat, melainkan karena fondasi bisnis yang dibangun di atas kebohongan. Klaim palsu tentang kecerdasan buatan, manipulasi publik dan investor, serta tidak transparannya sistem operasional, semuanya bersatu membentuk skandal yang berujung pada kehancuran.

Di era teknologi tinggi seperti sekarang, transparansi dan integritas adalah mata uang yang paling berharga. Semoga runtuhnya Builder AI menjadi pengingat bahwa membangun startup bukan sekadar menciptakan hype, tapi tentang memberikan solusi nyata yang etis dan berkelanjutan.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(FNF)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar