5 Skill AI yang Wajib Kamu Kuasai dan Pelajari di Era Sekarang!

I Putu Eka Putra Sedana . June 10, 2025

skill ai

Skill AI yang Wajib Dikuasai (Sumber: Getty Images)


Teknologi.id - Kecerdasan buatan memang sering dianggap sebagai ancaman bagi berbagai profesi, tetapi fakta yang jarang dibahas adalah AI justru menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru dibandingkan yang digantikannya. Berdasarkan laporan dari World Economic Forum, diperkirakan akan ada 97 juta peran baru yang muncul di bidang AI dan data science pada tahun 2025, menunjukkan bagaimana teknologi ini mendorong industri baru dan membuka peluang bagi tenaga kerja dengan keahlian yang tepat.

Oleh karena itu, pertanyaan yang paling relevan saat ini bukanlah apakah seseorang harus belajar AI, tetapi skill apa yang paling penting untuk dikuasai agar tetap kompetitif di era ini. Berikut adalah 5 skill AI yang wajib dikuasai dan dipelajari di era sekarang jika tidak ingin tertinggal!

Baca juga: Cara Pakai Google Veo 3 Gratis untuk Bikin Video AI dari Teks di Gemini

1. Literasi Data: Bukan Hanya untuk Orang yang Bekerja di Bidang Data Science

Di era kecerdasan buatan, memahami data bukan lagi sekadar keahlian khusus bagi insinyur atau ilmuwan data, melainkan menjadi kemampuan dasar yang sejajar dengan membaca dan menulis. Data dapat diibaratkan sebagai bahan mentah, sedangkan AI berperan sebagai pabrik yang mengolahnya menjadi informasi yang lebih bernilai.

Namun, jika seseorang tidak memiliki pemahaman dasar tentang cara membaca, menganalisis, dan menginterpretasikan data, maka sebaik apa pun teknologi yang digunakan, hasil akhirnya tetap tidak akan bermanfaat. Hal ini sudah terbukti dalam berbagai aplikasi, termasuk alat seperti Google Analytics dan Tableau, yang menggunakan AI untuk menyajikan wawasan bisnis.

Namun, jika pengguna tidak bisa membedakan antara korelasi dan kausalitas atau memahami grafik dengan benar, maka angka-angka tersebut tetap tidak memiliki arti yang dapat diandalkan. Ketidaktepatan dalam memahami data bukan masalah kecil, karena dapat berdampak serius pada pengambilan keputusan.

Langkah awal yang bisa diambil adalah dengan mempelajari dasar-dasar visualisasi dan storytelling data, yang membantu seseorang memahami pola serta menyusun narasi yang bermakna dari kumpulan informasi yang ada. Tidak perlu langsung mempelajari pemrograman atau algoritma yang kompleks—yang terpenting adalah memahami cara bertanya dengan tepat kepada data agar menghasilkan wawasan yang benar-benar bermanfaat bagi strategi dan pengambilan keputusan.

2. Seni dalam Prompt Engineering, Bukan Sekadar Berbicara dengan Mesin

Prompt engineering adalah keterampilan yang memungkinkan seseorang "bernegosiasi" dengan AI untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan sesuai kebutuhan. Cara kita menyusun permintaan memiliki dampak besar terhadap kualitas jawaban yang diberikan oleh model AI seperti ChatGPT atau Gemini. Semakin spesifik dan terstruktur instruksi yang diberikan, semakin optimal hasil yang diterima.

Misalnya, daripada sekadar meminta "Buatkan rencana pemasaran," permintaan seperti "Buatkan strategi pemasaran Instagram untuk brand kopi lokal, target usia 20-35, dengan budget Rp 5 juta per bulan" akan menghasilkan jawaban yang lebih terperinci dan sesuai dengan kebutuhan bisnis.

Keterampilan ini semakin diminati di berbagai industri karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan AI dalam berbagai bidang, termasuk pemasaran, penelitian, dan analisis data. Beberapa perusahaan besar, seperti Anthropic, bahkan menawarkan gaji hingga $300.000 per tahun bagi ahli prompt engineering, menandakan bahwa pemahaman mendalam tentang cara berinteraksi dengan AI menjadi aset berharga. Kabar baiknya, siapa pun dapat mulai mengembangkan keterampilan ini secara gratis dengan bereksperimen langsung menggunakan chatbot dan memahami bagaimana struktur prompt yang berbeda mempengaruhi hasil yang diberikan oleh AI.

3. Memahami Dasar-Dasar Machine Learning Tanpa Perlu Menjadi Programmer

Memahami machine learning (ML) tidak berarti harus menjadi ahli dalam neural networks atau menguasai setiap aspek teknis yang kompleks. Sebagai analogi, ML dapat dibayangkan seperti proses memasak, di mana data berperan sebagai bahan baku, algoritma bertindak sebagai alat pengolah seperti kompor, dan hasil akhirnya adalah hidangan yang dapat diprediksi—selama bahan yang digunakan berkualitas dan sesuai dengan resep. 

Langkah awal yang bisa dilakukan adalah mengenali perbedaan antara supervised learning dan unsupervised learning, yang merupakan dua pendekatan utama dalam bagaimana AI mempelajari dan mengenali pola. Bahkan, tanpa perlu menulis satu baris kode pun, alat seperti Google Teachable Machine memungkinkan pengguna untuk mencoba melatih model AI dengan cara yang intuitif dan praktis. 

4. AI Ethics Sebagai Penjaga Automasi yang Berlebihan

Etika dalam kecerdasan buatan adalah aspek yang sering diabaikan, padahal dampaknya bisa sangat luas, terutama ketika teknologi digunakan untuk keputusan yang memengaruhi kehidupan manusia secara langsung. Dari sistem rekrutmen hingga kendaraan otonom dan diagnosa medis, pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kesalahan menjadi semakin krusial.

Contoh nyata seperti kasus Clearview AI, yang menjual teknologi pengenalan wajah kepada kepolisian tanpa persetujuan publik, atau deepfake, yang dapat digunakan untuk merusak reputasi seseorang, menunjukkan betapa berbahayanya AI jika tidak dibarengi dengan pengawasan etis yang kuat.

Untuk memastikan AI digunakan secara bertanggung jawab, konsep fairness, accountability, and transparency (FAT) menjadi landasan penting dalam pengembangannya. Prinsip ini menekankan bahwa AI harus bekerja secara adil, memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, serta transparan dalam cara kerjanya dan dampak yang dihasilkan.

Baca juga: Riset 2025: AI Diprediksi Akan Lebih Boros Listrik daripada Penambangan Bitcoin

5. Bekerja dan Berkolaborasi dengan AI Tools

Di era AI, keterampilan paling berharga bukan sekadar memahami teknologi, tetapi belajar bekerja bersamanya untuk meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Alih-alih melihat AI sebagai pengganti, pendekatan terbaik adalah menjadikannya alat bantu yang mempercepat pekerjaan tanpa menghilangkan sentuhan manusia.

Misalnya, seorang penulis bisa memanfaatkan Grammarly atau Notion AI untuk editing, tetapi tetap menjaga orisinalitas dan gaya tulisannya sendiri. Sementara itu, desainer dapat menggunakan Midjourney sebagai sumber inspirasi visual, namun tetap mengandalkan kepekaan artistik dan intuisi dalam memilih konsep terbaik.

Dalam dunia pemasaran, AI seperti Jasper atau mampu mempercepat produksi konten, tetapi strategi komunikasi yang efektif tetap bergantung pada kreativitas manusia. Kemampuan untuk menggabungkan keahlian manusia dengan AI tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga menghasilkan output yang lebih bernilai

AI bukan gelombang yang akan datang—ia sudah di sini. Tapi yang menentukan masa depanmu bukan seberapa cepat kamu mengadopsi teknologi, tapi seberapa bijak kamu menggunakannya. Jadi, skill mana yang akan kamu pelajari minggu ini? Pilih satu, lalu mulai. Karena di era di mana perubahan adalah satu-satunya konstanta, satu-satunya kesalahan adalah berdiam diri. 

Pelajari informasi selengkapnya terkait dengan perkembangan teknologi khususnya AI di teknologi.id!

(ipeps)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar