Kominfo Siapkan Aturan agar Netflix Cs dan Media Lokal Bersaing Lebih Setara

I Putu Eka Putra Sedana . June 17, 2025
Komdigi-Netflix
Sumber: Unsplash


Teknologi.id - Kamu mungkin sudah merasakan betapa mudahnya sekarang menonton serial terbaru dari Hollywood atau drama Korea langsung dari genggaman tangan. Tapi di balik kemudahan itu, ada pertarungan tidak seimbang yang sedang terjadi - antara raksasa streaming global seperti Netflix dan Disney+ dengan media lokal yang berjuang mempertahankan eksistensinya.

Menurut data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), 78% tayangan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia melalui platform digital berasal dari konten asing. Angka ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera bertindak. "Kami ingin menciptakan ekosistem yang adil di mana produser lokal bisa bersaing secara sehat," tegas Ismail Sekretaris Jendral Komdigi, seperti dilaporkan Bisnis Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Resmi Terapkan PPN 12%, Harga Langganan Netflix dan Spotify Ikut Naik

Regulasi yang Disusun untuk Meratakan Bukan Membatasi

Regulasi yang sedang disusun bukan bermaksud membatasi akses masyarakat terhadap konten global. Sebaliknya, ini adalah upaya untuk menciptakan lapangan bermain yang lebih setara. Bayangkan pertandingan sepak bola dimana satu tim harus bermain di lapangan berlumpur sementara tim lain di stadion berteknologi tinggi - itulah analogi kondisi saat ini.

Salah satu poin krusial dalam rancangan aturan adalah kewajiban konten lokal minimal 30% di setiap platform. Bukan sekadar jumlah, tapi juga penempatan strategis di halaman utama. Selain itu, akan ada insentif fiskal bagi platform yang berinvestasi besar dalam produksi lokal.

Platform Global Wajib Adaptasi

Para pemain besar seperti Netflix dan Amazon Prime Video tentu tidak bisa lagi mengabaikan pasar Indonesia yang menjanjikan ini. Dengan 200 juta lebih penduduk terhubung internet, Indonesia adalah pasar yang terlalu besar untuk diabaikan.

Namun, aturan baru ini memaksa mereka untuk berubah dari sekadar "penjual konten" menjadi "mitra pengembang industri kreatif lokal". Beberapa sudah mulai merespons positif. Netflix, misalnya, telah mengumumkan akan memproduksi 5 judul orisinil Indonesia tahun depan, meningkat dari hanya 1-2 judul per tahun sebelumnya.

Angin Segar bagi Pelaku Industri Kreatif Indonesia

Bagi rumah produksi lokal, kebijakan ini bisa menjadi titik balik. Selama ini, banyak kreator berbakat yang kesulitan mendapatkan pendanaan dan distribusi yang memadai. Dengan adanya aturan ini, mereka tidak hanya mendapatkan akses pembiayaan lebih mudah, tapi juga jaminan bahwa karya mereka akan sampai ke penonton.

"Selama ini konten lokal sering kalah visibilitas. Padahal kualitasnya tidak kalah," ujar Mira Lesmana, produser film ternama, dalam diskusi terbatas yang diadakan IKAPI. Dia memberi contoh kesuksesan film seperti "KKN di Desa Penari" yang membuktikan bahwa konten lokal bisa bersaing jika diberikan kesempatan sama.

Dilema Pilihan Lebih Luas dan Kekhawatiran Soal Harga

Bagaimana dampaknya bagi kamu sebagai penikmat konten? Di satu sisi, akan lebih banyak pilihan tayangan lokal berkualitas. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa biaya langganan bisa naik sebagai efek dari investasi besar dalam produksi lokal.

Komdigi menjamin akan ada mekanisme pengawasan harga agar tetap terjangkau. "Prinsipnya tidak boleh ada eksploitasi terhadap konsumen Indonesia," tegas Ismail. Selain itu, akan ada skema kerja sama dengan penyedia jaringan untuk paket bundling yang lebih ekonomis.

Baca juga: Netflix Ganti Wajah! Ini Dia Tampilan Baru Setelah 10 Tahun

Tantangan Implementasi yang Wajib Diperhatikan

Menyusun aturan adalah satu hal, menerapkannya adalah cerita lain. Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa regulasi ini tidak berujung pada birokrasi yang justru membebani industri. Pengalaman negara lain seperti Prancis dan Kanada menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu 2-3 tahun sebelum kebijakan serupa menunjukkan hasil nyata.

Selain itu, ada pertanyaan krusial tentang standar kualitas. "Kita tidak ingin konten lokal sekadar memenuhi kuota, tapi benar-benar bisa bersaing secara kualitas," kata Deddy Mizwar, sutradara senior yang kini aktif di Asosiasi Produser Film Indonesia.

Regulasi baru Komdigi ini bukanlah solusi instan, tapi langkah penting menuju kedaulatan di ruang digital. Di era di mana budaya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh apa yang ditonton warganya, memiliki kontrol atas konten digital menjadi masalah nasional yang krusial.

Untuk kita semua, ini adalah kesempatan emas - baik sebagai kreator yang punya lebih banyak peluang, maupun sebagai penonton yang akan menikmati lebih banyak cerita berkualitas dari tanah sendiri. Pertanyaannya sekarang: siapkah kita menyambut era baru di mana tayangan lokal tidak lagi menjadi pilihan kedua?

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(ipeps)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar