Teknologi.Id - Langkah besar baru saja dilakukan oleh Meta Platforms Inc., perusahaan induk dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu resmi menggelontorkan dana investasi senilai US$14,3 miliar atau sekitar Rp230 triliun ke perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI), Scale AI, yang didirikan oleh Alexandr Wang.
Investasi masif ini membuat valuasi Scale AI melonjak hingga US$29 miliar, menandai lompatan besar dalam perkembangan sektor data dan AI. Keputusan Meta untuk mengucurkan dana sebesar ini bukan hanya sekadar investasi finansial—ini adalah sinyal kuat bahwa mereka semakin serius memasuki arena pengembangan AI generatif dan artificial general intelligence (AGI).
Alexandr Wang Gabung ke Meta, Fokus di Proyek “Superintelligence”
Salah satu kejutan besar dari kesepakatan ini adalah keputusan Alexandr Wang, CEO dan pendiri Scale AI, untuk bergabung dengan Meta. Wang akan memainkan peran penting dalam proyek ambisius Meta yang diberi nama "superintelligence", sebuah inisiatif untuk menciptakan sistem AI yang setara atau bahkan lebih pintar dari manusia.
Untuk sementara waktu, posisi CEO di Scale AI akan diisi oleh Jason Droege, yang sebelumnya menjabat sebagai Chief Strategy Officer. Dengan begitu, Wang bisa fokus mengembangkan strategi dan teknologi AI Meta dari dalam perusahaan.
Langkah ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran Wang dalam visi jangka panjang Meta yang dipimpin oleh Mark Zuckerberg. Zuckerberg dikenal sangat optimistis terhadap potensi AI, terutama AGI yang mampu menjalankan tugas-tugas kompleks layaknya manusia.
Baca Juga : Meta Bentuk Tim AI "Superintelligence", Siap Kembangkan AI Setara Manusia?
Siapa Itu Scale AI?
Scale AI adalah perusahaan rintisan teknologi yang berdiri pada tahun 2016, didirikan oleh Alexandr Wang dan Lucy Guo. Meski relatif muda, perusahaan ini telah berkembang menjadi salah satu pilar penting dalam ekosistem AI global.
Scale AI dikenal sebagai penyedia data berlabel berkualitas tinggi, komponen vital dalam pelatihan model AI. Tanpa data yang tepat, model seperti ChatGPT, Google Gemini, atau Claude dari Anthropic tidak akan mampu belajar dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk mengakomodasi kebutuhan data tersebut, Scale AI membangun platform seperti Remotasks dan Outlier. Melalui platform ini, mereka merekrut tenaga kerja lepas dari seluruh dunia untuk memberi label secara manual pada dataset dalam skala besar.
Dari Kendaraan Otonom ke AI Generatif
Scale AI awalnya berfokus pada sektor kendaraan otonom. Wang dan Guo menyadari bahwa mobil swakemudi membutuhkan data visual dan kontekstual yang sangat akurat. Dari sana, mereka mengembangkan layanan pelabelan data yang kini meluas ke berbagai sektor, terutama AI generatif.
Nama Scale AI semakin dikenal ketika perusahaan-perusahaan besar seperti OpenAI, Microsoft, Google, dan bahkan pemerintah AS menggunakan layanan mereka untuk melatih model AI mereka.
Dalam satu tahun terakhir, perusahaan ini menggandakan valuasinya dari US$14 miliar menjadi US$29 miliar, seiring meningkatnya permintaan data berkualitas untuk AI. Meta sendiri disebut sebagai salah satu klien terbesar mereka.
Ekspansi dan Langkah Strategis
Pada pertengahan 2024, Scale AI menandatangani salah satu kontrak sewa komersial terbesar di San Francisco, dengan menempati gedung eks-Airbnb seluas lebih dari 16.000 meter persegi di pusat kota. Ini menunjukkan betapa pesatnya ekspansi dan kebutuhan ruang operasional yang semakin meningkat.
Tak hanya di sektor komersial, Scale AI juga mulai menapaki ranah pertahanan nasional. Pada Maret lalu, perusahaan ini mengumumkan kontrak multimiliar dolar dengan Departemen Pertahanan AS.
Bahkan pada November 2024, Scale AI bekerja sama dengan Meta mengembangkan Defense Llama—versi khusus dari model AI sumber terbuka Llama, yang dirancang untuk misi keamanan nasional. Kolaborasi ini semakin memperkuat posisi strategis Scale AI dalam berbagai sektor vital.
Apa yang Ingin Dicapai Meta dari Investasi Ini?
Dengan menyuntikkan Rp230 triliun ke Scale AI, Meta jelas ingin mempercepat pengembangan proyek “superintelligence”-nya dan memperkuat kompetensi dalam teknologi AI generatif dan AGI.
Proyek superintelligence ini diprediksi akan menjadi pesaing utama dari perusahaan AI besar lain seperti:
OpenAI, dengan ChatGPT-nya.
Google DeepMind, pelopor banyak terobosan AI.
Anthropic, pencipta Claude AI.
Melalui akuisisi talenta seperti Alexandr Wang, Meta berharap bisa mengambil posisi strategis dalam kompetisi global pengembangan kecerdasan buatan supercanggih.
Baca Juga : Meta Masuk Dunia Militer: Teknologi VR dan AR Siap Dipakai Tentara AS
Tantangan dan Peluang
Meskipun investasi ini menjanjikan, Meta dan Scale AI tetap menghadapi sejumlah tantangan:
Isu privasi dan etika penggunaan data dalam pelatihan AI.
Kebutuhan untuk mengatur akses dan penggunaan teknologi AGI secara aman.
Kompleksitas teknis dalam membangun AI yang benar-benar mampu berpikir dan bertindak layaknya manusia.
Namun, peluang yang terbuka jauh lebih besar. Meta kini memiliki akses langsung ke teknologi, data, dan tenaga ahli dari salah satu perusahaan AI paling strategis saat ini. Kolaborasi dengan pemerintah dan perusahaan teknologi besar lainnya juga membuka ruang ekspansi global.
Investasi besar Meta ke Scale AI menandai babak baru dalam persaingan industri kecerdasan buatan global. Dengan nilai investasi yang fantastis, Rp230 triliun, Meta menunjukkan keseriusannya dalam menciptakan teknologi AI masa depan yang tidak hanya pintar, tetapi juga mampu menyaingi kemampuan otak manusia.
Langkah ini bukan hanya soal bisnis. Ini adalah bagian dari visi besar Mark Zuckerberg untuk menjadikan Meta pemimpin dalam era kecerdasan buatan. Dan kehadiran Alexandr Wang di dalam tim Meta semakin memperkuat tekad tersebut.
Di sisi lain, Scale AI kini naik level menjadi pemain utama dunia AI, dengan pengaruh yang mencakup sektor teknologi, pertahanan, hingga layanan publik.
Satu hal yang pasti, kolaborasi Meta dan Scale AI ini layak kita nantikan perkembangannya.
Baca berita selengkapnya yang menarik dan viral hanya di Teknologi.id.
(fnf)
Tinggalkan Komentar