Ini Cara AI Mengubah Dunia Marketing Menjadi Lebih Mudah!

I Putu Eka Putra Sedana . June 10, 2025
ai-dalam-dunia-marketing
AI dalam Dunia Marketing (Sumber: Unsplash)


Teknologi.id - Kamu mungkin tak sadar, tapi setiap kali melihat iklan di Instagram, menerima email promo yang pas dengan kebutuhanmu, atau bahkan mendengar rekomendasi produk dari asisten virtual—itu semua adalah hasil kerja AI. Menurut McKinsey, 75% perusahaan yang menggunakan AI dalam pemasaran melaporkan peningkatan revenue hingga 10% lebih tinggi. Angka itu bukan sihir, melainkan algoritma yang terus belajar dari setiap klik, scroll, dan keputusanmu.

Tapi jangan bayangkan AI seperti robot di film sci-fi. Ia lebih mirip koki yang paham seleramu: diam-diam mengumpulkan data, mencicipi tren, lalu menyajikan kampanye yang sesuai dengan keinginan Kamu. Dan di sini, kita akan mengupas bagaimana proses itu terjadi—tanpa jargon teknis yang bikin pusing.

Baca juga: Cara Pakai Google Veo 3 Gratis untuk Bikin Video AI dari Teks di Gemini

Peran AI dalam Dunia Marketing, Lebih dari Sekadar Automasi Semata!

Bayangkan kamu mempunyai sebuah toko online. Tanpa AI, kamu harus menebak-nebak kapan pelanggan ingin diskusi, produk apa yang mereka inginkan, atau kapan mereka akan berhenti berlangganan. AI mengubah tebakan itu menjadi kalkulasi.

Contoh nyata? Netflix. Platform ini menggunakan AI untuk menganalisis 150 juta pengguna—mulai dari durasi menonton, genre favorit, hingga jeda saat menjeda film. Hasilnya? Rekomendasi mereka nyaris tak pernah meleset, mengurangi churn rate hingga 50%.
Tapi AI tak cuma membaca data. Ia juga memprediksi.

Tools seperti HubSpot atau Marketo menggunakan predictive analytics untuk menebak pelanggan mana yang akan membeli, kapan mereka butuh diskon, atau kapan mereka akan pergi. Seperti detektif yang menyusun pola dari jejak digital.

AI Sebagai Wajah Brand: Mulai dari Chatbot Hingga Iklan Interaktif

Chatbot yang mampu memberikan respons hampir menyerupai manusia bukan sekadar hasil pemrograman sederhana, melainkan berkat teknologi Natural Language Processing (NLP) yang memungkinkan AI memahami dan merespons bahasa manusia secara kontekstual. Dengan sistem yang semakin canggih, chatbot dapat mengenali pola percakapan pengguna, menyesuaikan gaya komunikasi, serta memberikan jawaban yang terasa lebih alami dan relevan.

Teknologi ini banyak digunakan dalam layanan pelanggan, termasuk oleh merek kecantikan seperti Sephora, yang mengembangkan chatbot bukan hanya sebagai alat bantu tanya jawab, tetapi juga sebagai asisten yang memberikan rekomendasi dan tutorial berdasarkan riwayat pembelian. Pendekatan ini terbukti efektif, karena personalisasi interaksi meningkatkan keterlibatan pelanggan dan berkontribusi pada peningkatan konversi hingga 11%.

Selain meningkatkan pengalaman pengguna dalam percakapan digital, AI juga berperan besar dalam strategi pemasaran modern, terutama dalam menyesuaikan iklan berdasarkan perilaku pengguna. Salah satu contoh implementasi yang menarik adalah dynamic creatives, yang digunakan oleh Google Ads untuk menyusun iklan secara fleksibel sesuai preferensi individu.

Mekanisme ini memungkinkan pengguna melihat iklan yang berbeda meskipun mereka mengonsumsi konten yang sama, karena AI menganalisis data interaksi mereka dan menyesuaikan tampilan agar lebih relevan. 

Baca juga: Blockchain dalam Digital Marketing: Revolusi atau Tren Semata?

Jangan Hanya Mengandalkan AI, Manusia Tetap Dibutuhkan!

Meskipun kecerdasan buatan memiliki kemampuan luar biasa dalam mengolah data dan mengambil keputusan dengan cepat, ia tetap memiliki kelemahan mendasar yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan utama adalah ketergantungannya pada data yang digunakan, di mana jika data tersebut mengandung bias—misalnya hanya merepresentasikan satu kelompok demografi—maka keputusan yang dihasilkan pun akan mencerminkan bias yang sama tanpa koreksi otomatis.

Kasus rekrutmen AI Amazon pada tahun 2018 menjadi contoh nyata bagaimana sistem kecerdasan buatan dapat mendiskriminasi kandidat perempuan karena data historisnya didominasi oleh pria, sehingga preferensi terhadap laki-laki terbentuk tanpa disadari oleh para pengembangnya. 

Selain itu, kecerdasan buatan tidak memiliki kemampuan untuk memahami atau merasakan emosi manusia secara alami, meskipun ia dapat menganalisis pola perilaku pelanggan dan memprediksi kemungkinan ketidakpuasan. AI mungkin dapat mendeteksi kapan seseorang merasa marah atau tidak puas, tetapi ia tidak bisa merasakan emosi tersebut atau memberikan respons dengan empati yang tulus.

Di sinilah peran manusia tetap tak tergantikan, karena hanya manusia yang mampu memberikan sentuhan emosional, pemahaman mendalam, serta pertimbangan etis yang penting dalam berbagai interaksi sosial dan keputusan bisnis. Oleh karena itu, keseimbangan antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan harus tetap dijaga agar penerapan AI tidak menghilangkan aspek penting dari hubungan antar manusia.

AI dalam pemasaran bukan tentang menggantikan manusia, melainkan memperkuatnya. Ia seperti kompas di tengah samudra data—memberi arah, tapi kapalnya tetap kamu yang kendalikan. 

Sekarang, giliranmu. Sudah siap menyambut revolusi ini? Untuk mendapatkan informasi selengkapnya terkait dengan perkembangan teknologi dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam penggunaan AI, jelajahi teknologi.id sekarang juga!

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(ipeps)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar