Sumber: DNA India
Teknologi.id - Meta kembali jadi sorotan dunia teknologi, bukan hanya karena ambisinya mengembangkan AI Superintelligence, tetapi juga karena siapa saja yang direkrut Mark Zuckerberg untuk membentuk tim impiannya: Meta Superintelligence Labs (MSL). Yang mengejutkan, dari 11 anggota tim yang diumumkan, sekitar 70% berasal dari China.
Baca juga: Pemuda Rp 58 Triliun Ini Resmi Pimpin Tim Super AI Meta: Ambisi Baru Zuckerberg
Tim ini dipimpin oleh Alexandr Wang, mantan CEO Scale AI yang kini disebut-sebut sebagai “golden boy” AI generasi berikutnya. Namun sorotan tertuju pada tujuh nama bertalenta asal China yang semuanya merupakan jebolan universitas paling bergengsi di negeri Tirai Bambu, seperti Tsinghua University, Peking University, Zhejiang University, dan University of Science and Technology of China (USTC).
Siapa Saja Mereka?
Mereka adalah Bi Shuchao, Chang Huiwen, Lin Ji, Ren Hongyu, Sun Pei, Yu Jiahui, dan Zhao Shengjia—tujuh talenta luar biasa yang menjadi sorotan dalam pembentukan Meta Superintelligence Labs. Hampir seluruhnya merupakan lulusan universitas elite di China, seperti Tsinghua University, Peking University, Zhejiang University, dan University of Science and Technology of China (USTC). Setelah menempuh pendidikan tinggi, mereka melanjutkan studi lanjutan ke kampus-kampus top dunia seperti Princeton, MIT, dan Stanford, lalu berkarier di berbagai perusahaan teknologi besar di Silicon Valley.
Salah satu profil paling mencolok adalah Chang Huiwen, jebolan Yao Class, yaitu program unggulan dan eksklusif di bidang ilmu komputer yang didirikan oleh Andrew Yao Qizhi, peraih Turing Award dan legenda komputasi teoretis asal China. Di sana, Chang mengasah keterampilannya di bidang algoritma dan pemrosesan visual tingkat lanjut. Setelah itu, dia meraih PhD di Princeton University, dengan fokus penelitian pada computer vision dan image understanding.
Pengalamannya juga tak main-main. Ia sempat magang di Adobe dan Facebook, kemudian melanjutkan karier ke Google dan OpenAI, di mana ia menjadi bagian dari tim pengembangan GPT-40, khususnya untuk fitur image generation yang kini jadi kekuatan utama AI multimodal.
Tak hanya Chang, anggota tim lainnya juga punya latar belakang tak kalah impresif: mulai dari berkontribusi dalam riset AI mutakhir, memenangkan berbagai kompetisi sains dan pemrograman internasional, hingga meneliti teknologi machine learning untuk aplikasi medis, robotik, hingga metaverse.
Dengan membawa jajaran talenta kaliber dunia ini, Meta menunjukkan keseriusannya untuk membentuk barisan elite yang tak hanya mengerti AI secara teknis, tetapi juga mampu membawanya ke level superintelligence, yaitu tingkat AI yang bisa berpikir, belajar, dan beradaptasi jauh melebihi kemampuan manusia.
Strategi Global Zuckerberg
Kehadiran para ilmuwan China ini menunjukkan dua hal. Pertama, betapa tingginya standar yang ditetapkan Meta untuk proyek AI-nya. Kedua, ini juga menyoroti fenomena brain drain atau berpindahnya otak-otak brilian dari China ke Silicon Valley.
Sebagaimana dikutip dari SCMP, empat dari tujuh orang tersebut merupakan lulusan Tsinghua University, yang sering dijuluki MIT-nya China. Tsinghua, bersama dengan universitas elite lainnya, secara konsisten melahirkan peneliti AI kelas dunia.
CEO Nvidia, Jensen Huang, juga sempat menyinggung soal ini dalam forum teknologi di Washington, Mei lalu. Huang menyebut bahwa 50% peneliti AI global berasal dari China, dan sebagian besar dari mereka kini bekerja di luar negeri.
Realita Ironi Talenta AI China
Di satu sisi, banyaknya ilmuwan China dalam tim AI Meta mencerminkan betapa besar pengaruh akademisi dan insinyur asal negeri itu dalam membentuk masa depan teknologi global. Namun di sisi lain, hal ini memunculkan diskusi di dalam negeri China tentang bagaimana mempertahankan talenta terbaik mereka agar tidak “dibajak” perusahaan luar.
Bahkan, tak sedikit pengamat yang menyebut strategi Meta ini sebagai “importasi otak” untuk mengejar dominasi dalam persaingan AI yang makin panas, terutama dengan OpenAI, Anthropic, dan Google DeepMind.
Dalam konteks geopolitik yang masih panas, langkah Zuckerberg ini mungkin akan menimbulkan sorotan dari pihak regulator AS, apalagi melihat bahwa sebagian teknologi AI kini dianggap sebagai bagian dari kepentingan strategis nasional.
Baca juga: Meta Bangun Superintelligence Usai Gagal di Metaverse
Keputusan Meta merekrut talenta terbaik, tak peduli dari negara mana pun asalnya, memperlihatkan bahwa di era AI, talenta adalah mata uang paling berharga. Dan dalam hal ini, talenta China memainkan peran kunci.
Sementara China sendiri terus berinvestasi besar-besaran untuk mengejar ketertinggalan teknologi dengan berbagai kebijakan lokal, fakta bahwa bintang-bintang AI-nya justru bersinar di luar negeri menjadi ironi tersendiri.
Bagi Meta, keberanian membentuk tim lintas batas ini bisa jadi taruhan besar yang membawa hasil spektakuler atau menjadi risiko geopolitik yang tak terduga. Yang jelas, dunia sedang menyaksikan babak baru dalam perlombaan AI global, dan tim AI Super Meta adalah salah satu pemain utamanya.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
Tinggalkan Komentar