Teknologi.id – Di balik kenyamanan transaksi digital, ancaman serius mulai muncul. Dompet digital atau e-wallet kini semakin rawan disalahgunakan untuk praktik ilegal seperti judi online (judol). Hal ini diungkap langsung oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam wawancara dengan DetikFinance, awal Agustus 2025.
“E-wallet memang makin berisiko sekarang ya (untuk judol). Kita sudah mengamati itu,” tegas Ivan.
Transaksi Kecil, Frekuensi Tinggi, Sulit Dilacak
PPATK, lembaga yang bertugas menganalisis transaksi keuangan mencurigakan, menemukan pola penyalahgunaan e-wallet dalam transaksi judol. Meski nominalnya kecil, berkisar Rp 5.000–Rp 10.000 per transaksi, frekuensinya sangat tinggi dan sulit dilacak.
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menjelaskan bahwa akun e-wallet lebih sering digunakan oleh pemain, bukan bandar. Fokus utama PPATK adalah menghentikan aliran dana ke bandar dengan menargetkan proses deposit.
“Target kita bukan pemain, target kita adalah menghentikan deposit (bandar),” jelas Danang.
Baca juga: Transaksi Judi Online Menurun Drastis, PPATK Sebut Efek Blokir Rekening Nganggur
Jual Beli Akun & Rekening: Ancaman Tersembunyi di Balik Transaksi
Ancaman tidak berhenti di situ. PPATK mengungkap maraknya jual beli akun e-wallet dan rekening bank di media sosial. Banyak pengguna bahkan tidak sadar bahwa akun mereka telah diperjualbelikan.
“Saya bisa sangat tidak sadar kalau rekening saya sedang menjadi bagian dari yang dijualbelikan,” ungkap Ivan.
Lebih dari 140 ribu rekening dormant telah dibekukan karena diduga menampung dana dari tindak pidana, termasuk judi online. Rekening tidak aktif menjadi sasaran karena minim pengawasan dan mudah dimanfaatkan untuk pencucian uang.
Efektivitas Pemblokiran: Deposit Judol Turun 70%
Pemblokiran rekening terbukti ampuh. Data PPATK menunjukkan bahwa total deposit judol turun drastis, dari Rp 5 triliun menjadi Rp 1 triliun hanya dalam tiga bulan (April–Juni 2025).
Program “Gebuk Judol” oleh OVO mendukung temuan ini. Dalam periode Februari–Maret 2025, OVO menerima 11.000 lebih laporan valid dari masyarakat. Hasilnya, 4.500 akun diblokir dan transaksi judi online turun hingga 80% dibandingkan tahun sebelumnya.
Tanggung Jawab Platform & Regulasi yang Masih Lemah
Sayangnya, hingga kini belum ada regulasi kuat yang mewajibkan e-wallet memverifikasi sumber dana pengguna secara ketat. Dalam ekosistem keuangan digital, ini menjadi celah yang dimanfaatkan sindikat.
Laporan dari Katadata Insight Center merekomendasikan:
-
Penguatan regulasi
-
Reformasi pengawasan berbasis teknologi
-
Literasi digital untuk memutus rantai judi online dari hulu ke hilir
Remaja Rentan: Judi Online via E-Wallet Marak karena Literasi Rendah
Penelitian Universitas Negeri Semarang menyebut remaja sebagai kelompok paling rentan. Kemudahan akses, tekanan sosial, dan literasi keuangan yang rendah menjadi pemicunya. Dampak negatifnya bukan hanya finansial, tetapi juga kesehatan mental dan hubungan sosial.
Baca juga: Komdigi Gaet Gojek hingga TikTok: Bersatu Perangi Judi Online!
Pelanggaran Privasi Data di Balik Aplikasi E-Wallet
Studi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengungkap bahwa banyak e-wallet di Indonesia belum sepenuhnya mematuhi UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Kurangnya transparansi dan pengungkapan kepada pihak ketiga membuka peluang penyalahgunaan data pengguna untuk aktivitas ilegal, termasuk transaksi judol dan pencucian uang.
Kesimpulan: E-Wallet Aman Jika Regulasi dan Pengawasan Kuat
Dompet digital telah merevolusi cara kita bertransaksi, tapi juga menghadirkan risiko baru yang tidak bisa diabaikan. Jika tidak diimbangi dengan perlindungan data, pengawasan transaksi, dan regulasi yang ketat, maka e-wallet bisa menjadi celah empuk bagi kejahatan finansial.
Sebagai pengguna aktif, memahami ancaman ini adalah langkah awal untuk menjaga keamanan pribadi dan ekosistem digital Indonesia secara keseluruhan. Karena setiap transaksi adalah jejak, dan jejak yang tidak terlindungi bisa mengarah pada risiko besar.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)
Tinggalkan Komentar