Waspada AI Anxiety di Tempat Kerja, Kemajuan Teknologi Membuat Beban Psikologis?

I Putu Eka Putra Sedana . July 17, 2025
Foto: Gusto


Teknologi.id - "47% pekerja profesional khawatir akan tergantikan oleh AI dalam lima tahun ke depan," ungkap survei Deloitte Global Human Capital Trends 2025. Data ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal kuat bahwa kita sedang menghadapi fenomena psikologis baru: AI anxiety.

Apa Itu AI Anxiety?

AI anxiety adalah kecemasan berlebihan terhadap perkembangan kecerdasan buatan. Ini bukan sekadar soal kehilangan pekerjaan, tapi juga tekanan mental karena harus terus beradaptasi dengan teknologi yang berkembang jauh lebih cepat dari kemampuan manusia.

Gejala AI anxiety bisa sangat kompleks:

  • Sulit tidur karena memikirkan skill gap

  • Rasa tidak berharga ketika AI menyelesaikan pekerjaan lebih cepat

  • Munculnya impostor syndrome akibat tuntutan menguasai tools baru

Dr. Andika Pratama, psikolog klinis, menyebut akar dari AI anxiety adalah ketidakpastian masa depan. "Yang membuat cemas bukan AI-nya, tapi bayangan masa depan yang kabur. Banyak pekerja merasa seperti berlari di treadmill tanpa tahu ujungnya," jelasnya.

Baca juga: Meta Bangun Hyperion & Prometheus, Pusat Data AI Raksasa Saingi OpenAI

Siapa yang Paling Rentan?

Profesi dengan rutinitas tinggi dan kreativitas rendah seperti data entry, layanan pelanggan dasar, hingga copywriting mulai terpengaruh. Ironisnya, pekerja di sektor teknologi digital justru mengalami tingkat stres tertinggi, padahal merekalah yang paling dekat dengan AI.

Beberapa perusahaan digital bahkan sudah menerapkan terapi digital untuk membantu karyawan menjauh dari tekanan penggunaan teknologi, dan kembali fokus pada ide kreatif yang murni berasal dari manusia.

Dampak AI Anxiety terhadap Produktivitas dan Kesehatan Mental

Tubuh manusia tidak dirancang untuk terus hidup dalam mode fight or flight. Studi dari Journal of Occupational Health Psychology 2025 menunjukkan bahwa pekerja dengan AI anxiety kronis mengalami:

  • Penurunan kreativitas hingga 35%

  • Kecenderungan overworking untuk membuktikan diri

  • Kecemasan berlebihan akibat doomscrolling berita teknologi

Sayangnya, kebijakan perusahaan yang hanya mendorong "upskill or leave" tanpa dukungan terstruktur justru memperburuk kondisi mental pekerja.

Cara Menghadapi AI Anxiety secara Sehat

Daripada melawan AI, pendekatan yang lebih efektif adalah berdamai dan beradaptasi. Beberapa strategi yang mulai diterapkan perusahaan progresif antara lain:

1. Transparansi Peran AI

Perusahaan fintech kini rutin menggelar townhall meeting untuk menjelaskan bagian pekerjaan mana yang akan diotomasi, dan bagian mana yang tetap membutuhkan sentuhan manusia.

2. Kolaborasi Manusia dan AI

Di bidang digital kreatif, AI dianggap sebagai "rekan kerja". Contohnya, dalam proses penulisan konten: riset dilakukan oleh AI, interpretasi oleh manusia, dan penyempurnaan dilakukan bersama.

3. Digital Detox Terprogram

Beberapa perusahaan mulai menerapkan kebijakan "No AI Wednesday" — satu hari tanpa bantuan teknologi, demi menstimulasi kreativitas manusia secara alami.

Masa Depan: Teknologi yang Lebih Humanis?

Para pakar memprediksi bahwa gelombang AI anxiety akan mencapai puncak dalam 2-3 tahun ke depan. Namun setelah itu, masyarakat akan menemukan keseimbangan baru.

Menurut Prof. Sarah Gunawan, futurolog dari MIT, yang bertahan bukanlah mereka yang paling jago coding, melainkan yang paling kuat dalam empati, negosiasi, dan pertimbangan moral.

Baca juga: 7 Jenis Konten YouTube yang Tidak Bisa Dimonetisasi Mulai 2025, Wajib Tahu!

AI Anxiety: Alarm, Bukan Vonis

Kecemasan terhadap AI bukan kelemahan, tetapi alarm alami untuk beradaptasi. Sejarah menunjukkan bahwa setiap revolusi teknologi selalu diawali dengan ketakutan, tapi diikuti dengan peluang luar biasa.

Tantangannya adalah bagaimana kita melewati masa transisi ini tanpa kehilangan esensi sebagai manusia. Karena justru rasa cemas itu adalah bukti bahwa kita masih manusia—dan itu sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh mesin.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(ipeps)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar