Sumber: Unsplash
Teknologi.id - Bayangkan skenario darurat di mana seseorang mengalami kecelakaan dan membutuhkan transfusi darah segera. Tapi sayangnya, golongan darah yang cocok sulit ditemukan. Inilah kenyataan yang masih sering terjadi di banyak tempat, terutama di negara berkembang. Tapi sebuah inovasi dari Jepang mungkin akan mengubah itu semua.
Baca juga: Jepang Bisa Kirim Peringatan Dini 3-5 Detik sebelum Gempa, Indonesia Kapan Nyusul?
Tim ilmuwan yang dipimpin oleh Hiromi Sakai dari Nara Medical University berhasil menciptakan darah buatan yang bisa digunakan oleh siapa saja, tanpa memandang golongan darah. Teknologi ini bukan sekadar eksperimen laboratorium, tapi solusi nyata untuk menyelamatkan nyawa, dan kabarnya bisa digunakan secara luas dalam beberapa tahun ke depan.
Asal-Usul dari Darah yang Telah Kedaluwarsa
Yang membuat penemuan ini menarik adalah bahan dasarnya. Bukan dari sintetis penuh atau zat kimia canggih, tapi justru berasal dari darah donor yang sudah kadaluarsa. Tim mengekstrak hemoglobin, yaitu protein pembawa oksigen dari darah merah, lalu membungkusnya dalam kapsul pelindung yang canggih. Hasilnya: sel darah merah buatan yang steril, stabil, dan tidak memiliki golongan darah.
Karena tidak memiliki antigen seperti pada darah asli, sel darah buatan ini tidak memerlukan tes kecocokan, sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam keadaan darurat. Ini juga berarti penggunaannya bisa lebih luas dan cepat.
Tahan Lama, Mudah Disimpan
Salah satu tantangan dalam dunia transfusi adalah masa simpan darah yang terbatas. Biasanya, darah asli hanya bisa disimpan di lemari pendingin selama maksimal 42 hari. Di sisi lain, darah buatan ini dapat bertahan hingga dua tahun di suhu ruangan dan lima tahun dalam suhu dingin. Angka yang sangat revolusioner, apalagi bagi daerah terpencil atau wilayah konflik yang kesulitan mengakses fasilitas kesehatan.
Daya tahan ini membuka kemungkinan penggunaan darah buatan di tempat-tempat yang sebelumnya tidak terjangkau layanan transfusi.
Uji Klinis: Menjanjikan dan Aman
Sejak 2022, uji coba pada manusia telah dimulai. Beberapa sukarelawan pria sehat menerima infus darah buatan dalam dosis bertahap, mulai dari 50 hingga 100 mililiter. Hasilnya cukup menjanjikan: tidak ada perubahan besar pada tekanan darah atau tanda vital lainnya, hanya efek samping ringan yang mudah ditangani.
Karena keberhasilan ini, pada Maret 2025, tim melanjutkan pengujian dengan dosis yang lebih besar hingga 400 mililiter. Tujuan berikutnya adalah untuk menguji efektivitas dan keamanan jangka panjang, dengan target penggunaan massal pada tahun 2030.
Riset Lain: Komatsu dan Albumin
Tidak hanya Hiromi Sakai yang memimpin inovasi ini. Di tempat lain, Prof. Teruyuki Komatsu dari Chuo University juga mengembangkan teknologi serupa. Ia menciptakan pembawa oksigen buatan dengan hemoglobin yang dibungkus albumin, protein dalam darah manusia.
Fokus dari riset Komatsu adalah menstabilkan tekanan darah dan mengatasi kondisi darurat seperti stroke atau pendarahan berat. Uji coba pada hewan sejauh ini menunjukkan hasil menggembirakan dan membuka jalan menuju uji klinis pada manusia.
Potensi Aplikasi: Dari Rumah Sakit hingga Medan Perang
Darah buatan ini bukan hanya solusi untuk rumah sakit dan unit gawat darurat, tapi juga sangat bermanfaat bagi:
- Zona konflik dan medan militer, di mana suplai darah bisa sulit diperoleh.
- Wilayah bencana, di mana sistem distribusi kesehatan sering terganggu.
- Negara berkembang, yang kerap mengalami kekurangan donor darah.
- Misi luar angkasa, di mana menyimpan darah dengan daya tahan lama sangat penting.
Bayangkan tentara atau petugas kemanusiaan membawa paket darah buatan dalam tas medis, siap digunakan kapan pun diperlukan, tanpa khawatir soal golongan darah atau lemari es.
Tantangan Etik dan Regulasi
Meskipun teknologinya menjanjikan, penggunaan darah buatan juga harus melewati banyak regulasi ketat. Uji keamanan jangka panjang, efek samping yang mungkin belum muncul, serta standar internasional untuk transfusi semuanya harus dilalui.
Di sisi lain, etika medis juga menjadi pertimbangan penting, terutama dalam distribusi, akses, dan penggunaan darah buatan ini. Akankah hanya negara-negara kaya yang mampu mengaksesnya lebih dulu? Apakah distribusinya bisa adil dan merata secara global?
Baca juga: QRIS Bisa Digunakan di Jepang dan China Mulai 17 Agustus 2025
Apa yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan Jepang ini bukan sekadar pencapaian sains. Ini adalah langkah revolusioner yang bisa menyelamatkan jutaan nyawa dan mengubah paradigma sistem kesehatan global. Transfusi darah, yang selama ini sangat bergantung pada relawan donor, bisa beralih menjadi sesuatu yang lebih stabil, aman, dan universal.
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, pada tahun 2030, darah buatan ini akan mulai digunakan secara luas. Dan ketika hari itu tiba, dunia mungkin tidak akan lagi terjebak dalam krisis kekurangan darah karena satu tetes darah buatan, bisa berarti ribuan nyawa diselamatkan.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
Tinggalkan Komentar