
Teknologi.id - “Dalam dunia digital, celah kecil bisa menjadi pintu masuk ke sistem paling kompleks di dunia.” Kutipan ini bukan sekadar metafora, tetapi kenyataan yang dialami oleh Alexsandro Alvino, siswa kelas 12 SMA Metta Maitreya, Pekanbaru, Riau. Dalam waktu kurang dari setahun mendalami dunia keamanan siber (cybersecurity), ia berhasil menemukan tiga titik kerentanan dalam sistem milik NASA, lembaga antariksa paling prestisius di dunia.
Yang luar biasa, Alex bukanlah peretas ilegal. Ia berkontribusi secara etis dan legal melalui Vulnerability Disclosure Program (VDP) milik NASA—program resmi yang memberi ruang bagi peneliti keamanan independen untuk menguji sistem mereka.
“Saya dapat penghargaan berupa sertifikat apresiasi dari NASA,” ujar Alexsandro kepada Kompas.com.
Baca juga: Menteri Agama Tunjuk HP: Iblis atau Malaikat? Ini Pesannya untuk Anak-anak
Dari Coding ke Cybersecurity: Perjalanan Tak Terduga
Awalnya, Alex hanya ingin memperdalam kemampuan coding. Namun, pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) membuatnya tertarik pada cybersecurity. Ia mulai belajar secara otodidak, bergabung dengan komunitas, dan mengasah logika serta matematika.
Ironisnya, larangan orang tua bermain game justru menjadi titik balik.
“Ketika saya udah nggak boleh main game, saya bingung mau ngapain. Dan akhirnya saya belajar. Itu yang bangun konsistensi saya,” ucapnya.
Selama sebulan penuh, ia mempelajari sistem NASA dan berhasil menemukan tiga kerentanan dengan tingkat prioritas P4, termasuk kebocoran data pribadi (PII) yang ia temukan menggunakan teknik Google Dorking.
“Awalnya cuma iseng-iseng coba, dan ternyata bisa dapat satu. Saya ngulik-ngulik dan selama sebulan, dapat juga tiga P4. Saya dapat penghargaan dari NASA,” ungkapnya.
Etika Digital: Antara Eksplorasi dan Tanggung Jawab
Keberhasilan Alex bukan hanya soal kemampuan teknis, tetapi juga soal etika digital. Dalam dunia yang semakin terhubung, menemukan celah sistem adalah satu hal, namun melaporkannya dengan benar adalah hal yang jauh lebih penting.
NASA memberikan sertifikat penghargaan resmi, menandakan bahwa eksplorasi yang dilakukan secara etis dapat membawa kontribusi nyata terhadap keamanan global. Alex menunjukkan bahwa dengan pendekatan sistematis, rasa ingin tahu, dan integritas, siapa pun bisa ikut membangun dunia digital yang lebih aman.
Dari Pekanbaru ke Panggung Internasional
Setelah pencapaiannya viral di LinkedIn, Alex mulai mendapat tawaran proyek dari instansi pemerintah untuk mendeteksi celah keamanan. Meski sudah menghasilkan uang dari keahliannya, ia tetap berkomitmen untuk melanjutkan pendidikan tinggi.
“Di atas langit masih ada langit. Saya masih perlu banyak belajar,” ucapnya merendah.
Kisah Alex menjadi bukti bahwa talenta muda Indonesia, bahkan dari luar kota besar, bisa bersaing di panggung dunia. Ia menjadi orang Indonesia pertama yang masuk daftar penghargaan NASA untuk kategori prioritas P4.
Baca juga: CEO Nvidia Angkat Bicara: Tanpa Ilmuan AI China, Dunia Teknologi Bisa Tertinggal
Teknologi, Talenta, dan Masa Depan Cybersecurity
Alexsandro Alvino bukan hanya remaja jago komputer. Ia adalah simbol generasi baru: penasaran, etis, dan pantang menyerah. Dalam dunia digital yang terus berkembang, konsistensi belajar dan keberanian mencoba adalah kunci.
Bagi siapa pun yang tertarik dengan dunia cybersecurity, cerita ini adalah pengingat bahwa jalan menuju pencapaian besar tidak harus dimulai dari Silicon Valley atau universitas elite. Terkadang, ia dimulai dari sebuah kamar kecil di Pekanbaru, saat seorang remaja memutuskan untuk belajar ketika tidak lagi bisa bermain game.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)
Tinggalkan Komentar